Jumat, 06 April 2012

Kala Prosa Berkedip



Raden Reigha Askha, itulah namaku. Seorang pria yang terjebak dalam ilmu kejiwaan selama 3 tahun karena saat ini aku diharuskan mempelajari hal itu. Sesungguhnya aku tidak terlalu suka dengan ini tetapi orangtuaku menyukainya. Mengapa aku tak menjadi musisi saja agar digandrumi para wanita atau menjadi fotografer yang selalu menuangkan kreasinya dalam bentuk yang nyata. Tetapi inilah jalan yang saat ini ku ambil, menjadi psikolog. Alhasil rasanya aku sedang membawa beban berat dipundaku, rasanya berat sekali. Terkadang aku hanya memikirkan rutinitas yang membebaniku, ini itu ini itu selalu begitu. Ketika ingin menyerah, aku selalu ingat mereka. Bahkan mereka tak pernah menyerah membesarkanku. Masih ingin menyerah?
Dalam setiap langkahku, tak pernah aku lupa mencatat. Ia tentu saja begitu, karena aku seorang spikolog. Semuanya ku catat. Tentang apa yang aku lihat dan apa yang aku rasakan. Aku bisa membaca sifat seseorang dari bagaimana mereka berucap, bersikap, berjalan bahkan hanya dari tatapan mata saja. Tetapi entah mengapa rasanya berbeda saat aku melihatnya. Itulah dia, wanita cantik berambut ikal yang selalu tersenyum manis dengan tatapan jernih dimatanya. Bahkan saat ia berkedip, rasanya aku tak ingin kehilangan kedipannya walau sedetik. Matanya yang indah membuatku terpaku. Sekali lagi aku hanya bisa memujanya. Untuk mendekatinya saja aku tak bisa, bagaimana bisa begitu? seorang ahli kejiwaan sepertiku tak bisa menaklukan jiwanya. Wanita itu sungguh ajaib.
Tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Padahal hari tepat jam 13.00 WIB dan sangat panas. Bagaimana lagi, aku pun harus menepi dibawah pohon besar dekat benner pemilihan walikota. Rasanya menjengkelkan sekali, bagaimana kalau benner itu terjatuh dan menimpaku, pasti rasanya sakit. Aku pun tertawa terbahak-bahak saat memikirkannya.  Saat aku melirik ke arah kanan, coba siapa yang aku lihat. Wanita itu lagi. Kami pun bertatapan dan saling tersenyum, bagaimana bisa seromantis seperti adegan film. Aku memberanikan diri menjulurkan tanganku walaupun saat itu rasanya sangat kaku. Ia hanya tersenyum dengan manis dan membalas jabat tanganku. Rasaya mataku kehilangan kontrol, terhipnotis secara sadar saat melihat matanya. Apalagi saat ia berkedip, mungkin nadiku terputus saja aku tak tahu. Namanya prosa, sungguh sangat indah bukan? Wanita itu membuatku gila, bahkan ahli jiwa dengan kadar gila tingkat atas. Ingin rasanya hujan tak berhenti secara cepat, tetapi bagaimana lagi hujan pun berlalu dan aku masih terdiam disini melihat langkah kakinya yang perlahan meninggalkanku.
Hari demi hari berjalan dengan indah. Awan-awanpun seakan berbaris menyambut pagi. Perasaanku pun seindah pagi ini. Saat melewati taman kota, selalu aku berhenti dan membuka jendela mobilku. Melirik ke sekeliling mencari wanita itu. Rasanya ia seperti tenaga ekstra di pagi hari. Saat aku menunggu sekitar setengah jam, dia pun datang. Benar saja, ia membuatku terpaku lagi. Hanya bisa tersenyum saat berpapasan dengannya, entah apa yang harus aku lakukan. Senyuman manisnya membuat pandanganku terkunci, bahkan saat ia berkedip. Ciptaan tuhan memang indah.
Hari ini tidak seperti biasanya. Tenagaku hilang. Sudah lebih dari satu minggu aku menunggunya. Berjalan di sekitar taman, duduk di rerumputan bahkan menunggu di bawah pohon besar itu. Yang aku pikirkan saat ini, berharap akan ada hujan ke dua, ke tiga, ke empat dan hujan kesekian yang membuat aku bisa menatap dirinya lagi. Aku melirik ke kanan, ke kiri, ke belakang, ke depan bahkan dengan tidak sadarnya aku berputar-putar seperti kehilangan arah. Dimana prosa?
Sebulan berlalu. Aku pun berkutik dengan judul skripsi yang sampai saat ini belum aku selesaikan. Aku memikirkan banyak hal yang saling bercabang. Alhasil isi skripsiku pun masih dalam bayangan yang gelap. Aku mencoba lebih fokus, lebih mendalami apa yang ingin aku jelaskan dalam isi skripsi. Kata demi kata pun terangkai dengan apiknya, lalu fokusku pun hilang. Berhenti tepat saat mengetik kata prosa, aku pun terdiam. Mengapa aku teringat prosa?
Apabila bisa di gambarkan bagaimana perasaan aku sekarang, rasaya tintapun tak bisa menggambarkannya. Seperti halnya anak ABG ini lah yang dikatakan galau. Aku memang galau. Mau apa lagi, saat ini perasaanku memang sangat kacau. Dia kenyataanku apa hanya khayalanku. Beritahu aku, siapa dia? Siapa yang selalu berada di pikiranku? Siapa yang selalu menyita pikiranku? Dan siapa yang selalu datang di otakku hanya dengan melihatnya? Siapa? Aku pun berjalan dengan tanda tanya besar. Sepertinya mungkin benar, prosa hanya ada dalam otakku, pikiranku, dan detikku. Tetapi dia tidak nyata, tidak senyata perasaanku padanya. Dia tidak nyata.
Ternyata memang aku yang salah. Semua yang aku pikirkan memang salah. Langkahku pun melaju dengan pasti melewati taman. Seperti terkena maknet yang selalu menarikku untuk berada tepat di tempat ini. Tempat pertama kali aku bertemu prosa dan aku sadar dia mengilang. Menghilang dari mataku tetapi tidak dari hatiku. Coba lihat, siapa yang berada tepat didepanku? Dia datang lagi. Aku pun mencoba fokus, ini nyata apa hanya halusinasiku karena begitu merindukannya? Sudah kuduga, memang dia nyata. Dia bukan khayalan, halusinasi bahkan mahluk yang sebenarnya tidak ada. Dia nyata, sekarang dia berada tepat dimataku. Tersenyum dan tetap memancarkan keindahannya. Tak akan pernah aku membuang kesempatan ini, kesempatan yang akan membuat aku selalu bersamanya. aku mencintainya, dan aku yakin Prosapun begitu.
Kala prosa berkedip, aku tak akan pernah hilang. Aku akan selalu ada dimatanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar