Kamis, 19 Januari 2012

Darah didalam Tabung Takdir




Untuk sekian kalinya aku membutuhkan banyak darah. Bisakah darah itu membantuku terbangun dari ranjang sempit dalam ruangan kosong ini? Aku tak tahu. Tak pernah ku hitung, bahkan tak akan pernah bisa aku hitung berapa jumlah tabung darah yang aku butuhkan setiap bulannya. Rasanya hidupku bergantung dari beberapa tabung darah ini. Saat tabung darah ini hilang, mingkin aku pun akan hilang ikut bersamanya. Darah itu takdir antara hidup dan matiku.
Pernah rasanya lelah dengan keadaan ini. Bagaimana tidak, hatiku hancur saat aku melihat teman sebayaku mengenggam erat tas berlarian menuju kelas. Rasanya aku merindukan saat itu. Tetapi itu tidak mungkin, dulu saat orang-orang normal belajar di dalam kelas, aku harus berada di lapangan untuk menjemur tubuhku layaknya orang yang sedang di hukum karena tidak mengerjakan PR. Teman-temanku terkadang menjadi hal yang paling menakutkan untukku. Apalagi ketika mereka menertawakanku saat aku berada di lapangan dan memperolokku seperti sedang di hukum. Aku ingin berontak dan menjerit, tetapi aku tidak bisa. Aku hanya terrintih dan berkata “aku bukan di hukum, tetapi aku sakit.” Rasanya sakit hatiku melebihi sakit penyakitku. Tuhan ! ini tak adil untukku tuhan.
Leukimia, itulah penyakit yang terseram yang pernah aku dapatkan. Untuk mendengarnya saja ayahku mungkin seperti ingin gantung diri, tetapi sekali lagi ia kuat untukku. Saat berbagai selang menusuk hingga ke dalam lapisan kulitku, itu rasanya sangat sakit. Tetapi aku hanya tersenyum dan menanamkan dalam hatiku bahwa aku pasti kuat. Kakak dan ayahlah yang selalu menguatkanku. Senyuman mereka seperti sensor yang dapat merubah perasaan didalam hatiku. Sungguh sangat membuat aku tenang. Maklum saja, aku hanya mempunyai mereka saat bundaku benar-benar menduluiku bertemu dengan tuhan. Bagaimana apabila aku pun harus di panggil tuhan dan meninggalkan kakak dan ayahku. Untuk membayangkannya saja aku ingin menangis.
Banyak pengorbanan yang mereka lakukan. Bahkan, kakakku harus rela melepaskan gelar sarjananya di salah satu kampus swasta di Bandung karena biaya pengobatanku yang melonjak. Bahkan, ayah rela keluar dari pekerjaannya untuk menjagaku siang dan malam. Aku hanya sebagai hambatan bagi mereka. Hanya untuk membeli takdirku dalam beberapa tabung saja, mereka rela mengorbankan hal yang sangat besar untukku.
Apa rencana tuhan yang aku tak tahu ? bagaimana mungkin rencana ini memberatkan keluargaku. Aku ingin sehat! Hidup selayaknya manusia yang di takdirkan menikmati bumi bukan hanya terbaring terdiam di atas ranjang usang ini. Kapan waktunya tiba? Aku hanya menghitung detik demi detik saat banar-benar waktukku berhenti. Seperti seseorang yang mempunyai batas waktu hidup, apabila bisa mengisinya ulang, aku akan lakukan.
Benar kata mereka, Sekuat apapun aku mencoba kuat, memang aku benar-benar tidak akan kuat. Hidup bagi orang-orang yang tak inginkan hidup memang tidak berharga, tapi bagiku.. ini sangat berharga. Mengapa kau tak putar saja takdirku pada orang-orang yang tak inginkan hidup. Hidupku hanya dengan ditemani beberapa tabung darah ini, ketika tabung ini habis, maka mungkinkan hidupku pun akan habis?
Sekuat apapun aku bertahan aku takan bisa benar-benar bertahan. Tuhan aturlah ulang takdirku, aku mohon tuhaaaaaaan... bagaimana nanti kakakku dan ayah yang mengorbankan semuanya untukku. Untuk memikirkan nasibnya nanti saja aku tak kuat. Aku janji tuhan, aku tidak akan nakal lagi, aku tidak akan merengek lagi untuk semua hal, dan aku akan menjadi anak yang baik. Aku janji tuhan. Apabila itu bisa merubah nasibku, aku akan diam tuhaaaaaaaan ..
Tuhaaaaaaaaaan, atur ulang takdirku tuhaaaan ...


13 Januari 2012 J

Perasaan Singkat dalam Pesan SINGKAT



Rasanya tulangku sampai rontok  hingga tak menyatu dengan badanku ini. Kerjaanku hanya berlarian mengurus hal yang sebenarnya tidak terlalu penting bagiku, tetapi penting untuk orang banyak. Sebagai aktivis kampus, semua seperti kewajiban, tetapi sebenarnya itulah tugas. Lelaaaaaah, ya pastilah lelah. Bermacam-macam karakter yang aku temui. Dari mulai dengan sisi lembut, periang, centil, pemarah hingga pemalu yang membuatku bingung sendiri. Terkadang, tugas ini sangat menyenangkan di waktu-waktu tertentu. Seperti menjadi seseorang yang paling penting yang ingin di jumpai mahasiswa baru. Yahhh, tentu saja! Karena akulah tempat mereka mengurusi persiapan menjelang menjadi mahasiswa yang baru.
***
Hari ini menjadi hari yang sangat berbeda yang pernah aku rasakan. Bunyi di handphone ku, rasanya bunyi terindah yang ingin aku dengar hingga saat ini. Benar saja, dia yang baru beberapa saat ku kenal melalui persiapan kegiatan orientasi mahasiswa menghampiri dengan kata-kata manisnya melalui pesan singkat. Terpikir olehku, mungkin dia hanya ingin menggodaku dan hanya main-main atau dia memang sungguh-sungguh? Atau mingkin dia hanya memanfaatkanku karena akulah yang mengurusi mahasiswa baru. Terang saja, itu membuatnya lebih gampang mengurusi segala sesuatunya. Hanya tuhan dan dialah yang tau apa maksud dia sebenarnya. Tetapi, hingga saat ini aku tidak pernah mengerti dengan sosoknya. Terkadang datang, mengambang, dan pergi tanpa ada rencana, tetapi itulah dia. Selalu menyimpan banyak misteri. Rasanya aku takuuuut, selalu terbesit dalam ingatan memory masa lalu, yang terkadang menghampiriku saat aku ingin membuka hati pada orang yang baru.  
Satu tahun lamanya aku hidup dengan troma di tinggalkan orang yang benar-benar aku sayang. Di buang mentah-mentah layaknya sampah. Kejadiian itu membuatku merasa menjadi wanita paling tolol yang pernah ada. Bila mengingatnya rasanya ingin terjun dari atas gunung dan tenggelam bersama puing-puing kapal. Huuuuh .. hela nafasku selalu menyadarkan bahwa ketika dia meninggalkanku tanpa syarat, aku pun harus melupakannya tanpa syarat pula. Mungkin tidak bisa, karena bila di tanya saat ini berapa kadar sayangku padanya, jawabannya masih sama. Alhasil, kejadian itu membuatku lebih berhati-hati dengan sosok pria disekelilingku. Tetapi aku yakin, pria berkulit putih dengan bulu halus di bawah hidungnya tidak akan melakukan itu padaku. Ternyataaaaa, kenyataanya pun berbeda. Ia sama dengannya, yang datang dan pergi sesuka hati tanpa memikirkan bagaimana perasaanku.
Aku pernah mengingat saat hari itu kami berjanji bertemu di hari jumat dekat Mesjid. Hari itu, sungguh hari yang sangat panas yang dapat membakar kilitku. Sebenarnya aku tak suka dengan sinar matahari karena sinar itu yang selalu membuat kepalaku ingin meledak sekeras bom Hirosima dan Nagasaki. Tetapi entah mengapa, aku ingin menemuinya. 1 jam, 2 jam, 3 jam berlalu dan dia belum juga datang. Ingin rasanya marah, tetapi dia bukan siapa-siapa, karena kami hanya berteman. Aku mulai jengkel, dan bunyi di handphoneku melemahkanku. Akhirnya dia pun datang. Aku bertemu dengannya tepat di depan ruangan akademik duduk dan membicarakan banyak hal. Cerita mengenai jadwal mata kuliah yang dia ambil, perjalanan ia saat ditilang polisi, bahkan ia pun menceritakan tentang keluarganya. Banyak orang yang berlalulalang di hadapanku, tetapi fokusku hanya padanya. Awalnya dia memang orang yang sederhana, tetapi aku sudah mulai bosan dengan gayanya yang lama kelamaan menunjukan ia pria yang tampan. Dan yang harus sangat aku sadari, dia mempunyai pacar.
Iaaaaa, rasanya dia telah ada di hidupku sejak lama. Hari demi hari berlalu tanpa tempo tenggang. Bahkan bila di hitung, baru 4 bulan aku mengenalnya tetapi aku sudah merasa nyaman dengannya. Sesekali ia selalu memarahiku saat berlama-lama berada di lingkungan kampus layaknya seorang pacar. Bukannya aku ingin dia benar-benar menjadi pacarku, tetapi terkadang tingkah lakunya menunjukan ia benar-benar memperdulikanku. Sepertinya ini hanya kepedeanku saja menganggap ia benar-benar serius kepadaku. Terkadang ia membuatku tinggi hingga terbang ke lngit-langit, terkadang ia menjatuhkanku dan terhentak ke tanah dengan keras. Sudah berbagai pertanyaan aku lontarkan padanya, apa arti aku sebenarnya. Tetapi jawaban itu tidak pernah solid dengan kenyataan. Bahkan, saat aku berada di puncak aku membutuhkannya, ia kembali kepada pacarnya dan hilang dari genggamanku. Benarkan dari awal, aku hanya sebagai mainannya saja. Lagi-lagi, aku di butakan oleh rayuannya yang sebenarnya semuanya itu semu. Ketika aku sadari aku memang harus benar-benar melupakannya.   
Setelah berkecambuk dalam perasaanku, mingkin jalan yang terbaik memang aku harus meninggalkannya. Bukan tanpa syarat aku meninggalkannya, tetapi dengan berbagai pertimbangan matang. Rasanya terlalu singkat aku bersamanya, bila saat ini aku masih bersamanya, itu hanya membuang-buang waktuku saja. Dia mungkin bukan orang yang terbaik yang di kirimkan tuhan untukku. Tetapi apakah ia tahu, bahwa yang ia lakukan itu menyakitiku? 


**cerita ini berdasarkan kisahnyata beberapa bulan yang lalu, aku bertemu dengannya...

SELAMAT MEMBACA :)