Untuk sekian kalinya aku membutuhkan banyak darah. Bisakah darah itu membantuku terbangun dari ranjang sempit dalam ruangan kosong ini? Aku tak tahu. Tak pernah ku hitung, bahkan tak akan pernah bisa aku hitung berapa jumlah tabung darah yang aku butuhkan setiap bulannya. Rasanya hidupku bergantung dari beberapa tabung darah ini. Saat tabung darah ini hilang, mingkin aku pun akan hilang ikut bersamanya. Darah itu takdir antara hidup dan matiku.
Pernah rasanya lelah dengan keadaan ini. Bagaimana tidak, hatiku hancur saat aku melihat teman sebayaku mengenggam erat tas berlarian menuju kelas. Rasanya aku merindukan saat itu. Tetapi itu tidak mungkin, dulu saat orang-orang normal belajar di dalam kelas, aku harus berada di lapangan untuk menjemur tubuhku layaknya orang yang sedang di hukum karena tidak mengerjakan PR. Teman-temanku terkadang menjadi hal yang paling menakutkan untukku. Apalagi ketika mereka menertawakanku saat aku berada di lapangan dan memperolokku seperti sedang di hukum. Aku ingin berontak dan menjerit, tetapi aku tidak bisa. Aku hanya terrintih dan berkata “aku bukan di hukum, tetapi aku sakit.” Rasanya sakit hatiku melebihi sakit penyakitku. Tuhan ! ini tak adil untukku tuhan.
Leukimia, itulah penyakit yang terseram yang pernah aku dapatkan. Untuk mendengarnya saja ayahku mungkin seperti ingin gantung diri, tetapi sekali lagi ia kuat untukku. Saat berbagai selang menusuk hingga ke dalam lapisan kulitku, itu rasanya sangat sakit. Tetapi aku hanya tersenyum dan menanamkan dalam hatiku bahwa aku pasti kuat. Kakak dan ayahlah yang selalu menguatkanku. Senyuman mereka seperti sensor yang dapat merubah perasaan didalam hatiku. Sungguh sangat membuat aku tenang. Maklum saja, aku hanya mempunyai mereka saat bundaku benar-benar menduluiku bertemu dengan tuhan. Bagaimana apabila aku pun harus di panggil tuhan dan meninggalkan kakak dan ayahku. Untuk membayangkannya saja aku ingin menangis.
Banyak pengorbanan yang mereka lakukan. Bahkan, kakakku harus rela melepaskan gelar sarjananya di salah satu kampus swasta di Bandung karena biaya pengobatanku yang melonjak. Bahkan, ayah rela keluar dari pekerjaannya untuk menjagaku siang dan malam. Aku hanya sebagai hambatan bagi mereka. Hanya untuk membeli takdirku dalam beberapa tabung saja, mereka rela mengorbankan hal yang sangat besar untukku.
Apa rencana tuhan yang aku tak tahu ? bagaimana mungkin rencana ini memberatkan keluargaku. Aku ingin sehat! Hidup selayaknya manusia yang di takdirkan menikmati bumi bukan hanya terbaring terdiam di atas ranjang usang ini. Kapan waktunya tiba? Aku hanya menghitung detik demi detik saat banar-benar waktukku berhenti. Seperti seseorang yang mempunyai batas waktu hidup, apabila bisa mengisinya ulang, aku akan lakukan.
Benar kata mereka, Sekuat apapun aku mencoba kuat, memang aku benar-benar tidak akan kuat. Hidup bagi orang-orang yang tak inginkan hidup memang tidak berharga, tapi bagiku.. ini sangat berharga. Mengapa kau tak putar saja takdirku pada orang-orang yang tak inginkan hidup. Hidupku hanya dengan ditemani beberapa tabung darah ini, ketika tabung ini habis, maka mungkinkan hidupku pun akan habis?
Sekuat apapun aku bertahan aku takan bisa benar-benar bertahan. Tuhan aturlah ulang takdirku, aku mohon tuhaaaaaaan... bagaimana nanti kakakku dan ayah yang mengorbankan semuanya untukku. Untuk memikirkan nasibnya nanti saja aku tak kuat. Aku janji tuhan, aku tidak akan nakal lagi, aku tidak akan merengek lagi untuk semua hal, dan aku akan menjadi anak yang baik. Aku janji tuhan. Apabila itu bisa merubah nasibku, aku akan diam tuhaaaaaaaan ..
Tuhaaaaaaaaaan, atur ulang takdirku tuhaaaan ...
13 Januari 2012 J